Sabtu, 04 Desember 2010

KEMITRAAN PUSKESMAS ONEMBUTE DENGAN LSM DALAM PEMBANGUNAN SARANA AIR BERSIH DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN ONEMBUTE KAB. KONAWE SULAWESI TENGGARA TAHUN 2009.

Oleh : HUSEN, SKM
(Kepala Puskesmas Onembute Kab. Konawe Prov. Sultra)

Gerakan Pembangunan berwawasan Kesehatan dilandasi paradigma sehat. Paradigma Sehat adalah cara pandang, pola pikir atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan. Secara makro paradigma sehat berarti semua sektor memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro berarti pembangunan kesehatan lebih meningkatkan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Berdasarkan paradigma sehat telah ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010, dimana ada 2 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan bermutu, adil dan merata. Untuk perilaku sehat bentuk konkritnya yaitu perilaku proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan.
Dalam mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan bermutu, merata dan terjngkau serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.
Masalah yang dihadapi di Kecamatan Onembute Kab. Konawe terkait dengan masalah air bersih dan sanitasi masih sangat besar. Hasil Evaluasi Program Sanitasi Puskesmas Onembute tahun 2008 menunjukkan 63 % sumber air bersihnya belum memenuhi syarat dan lebih memprihatinkan lagi karena 76% masyarakat masih berprilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka, demikian pula halnya dengan pembuangan air limbah rumah tangga 96% comberan.
Keadaan tersebut berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di Kecamatan Onembute Kab. Konawe. Hal tersebut dapat terlihat dari angka kejadian diare tahun 2008 sebesar 110 per 1000 penduduk..
Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi (SABS) secara total. Hal ini dibuktikan dari hasil evaluasi program Puskesmas Onembute tahun 2009 angka kejadian diare menurun 50% dengan meningkatnya akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar lainnya.
Peningkatan SABS dan penurunan angka kejadian diare di atas tercapai karena adanya kemitraan antara Puskesmas Onembute dengan LSM dalam memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan akses air bersih dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada seluruh penduduk yang belum mendapatkan akses.
Menyadari hal tersebut di atas, seiring dengan Program PERMATA Kab. Konawe untuk mewujudkan KONAWE SEHAT, maka Pemerintah Kab, Konawe telah melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan peningkatan Perilaku Hidup Bersih (PHBS) pada semua tatanan.
Mengingat dampak dari perilaku dan lingkungan terhadap derajat kesehatan cukup besar, maka diperlukan berbagai upaya dan terobosan untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat dan masyarakat hidup dalam lingkungan sehat melalui Pemberdayaan Masyarakat dalam Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi (PSABS).
Melalui kemitraan yang dibangun bersama antara Puskesmas Onembute – LPSM Yasinta dengan Masyarakat maka di 6 (enam) desa di Kecamatan Onembute telah dilaksanakan kegiatan PSABS sejak awal tahun 2009 yaitu kerjasama dalam memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan akses air bersih dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada seluruh penduduk yang belum mendapatkan akses dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat itu sendiri.
Keterlibatan Puskesmas Onembute dalam PSABS memegang peranan yang sangat penting. Desentralisasi di bidang kesehatan menuntut Puskesmas harus mampu membuat perencanaan dan pelaksanaan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat d wilayah kerjanya, hal ini tentunya diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan terutama dibidang manajemen, khususnya perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada setiap program puskesmas sehingga mampu mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerjanya.
Sebagai ujung tombak dan pelaksana pembangunan di wilayah kecamatan, Puskesmas Kecamatan Onembute mempunyai visi mewujudkan Kecamatan Onembute Sehat dengan membawa 3 (tiga) misi yaitu :
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan ; memberi makna bahwa Puskesmas harus membantu menggerakkan pembangunan yang diselenggarakan di tingkat kecamatan agar dalam pelaksanaannya mengacu, berorientasi dan dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama, serta mendatangkan dampak positif terhadap kesehatan
2. Memberdayakan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan, yakni segala upaya fasilitasi yang tidak bersifat instruksi guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah kesehatan, merencanakan dan melakukan penyelesaian yang benar, dengan atau tanpa bantuan pihak lain.
3. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu, yakni pelayanan yang bersifat pokok ( basic health services ), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Bertitik tolak dari tugas dan fungsi Puskesmas Kecamatan Onembute yaitu menyelenggarakan fungsi Puskesmas sebagai pemberi pelayanan juga sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan berdasarkan azas otonomi dan tugas perbantuan yang diberikan pemerintah. Peran Puskesmas dalam pemberdayaan masyarakat untuk penyediaan air bersih adalah sebagai MANAJER dalam pengembangan masyarakat bidang kesehatan, masyarakat difungsikan, masyarakat dimotivasi, masyarakat bisa berbuat.
Sebagai institusi, Puskesmas mewakili Peran Dinas Kesehatan Kabupaten adalah memfasilitasi pembangunan kesehatan meliputi :

Pertama ; sebagai Perintis pengembangan masyarakat bidang kesehatan.
Kedua ; sebagai Pemberi pelayanan kesehatan pada masyarakat dan
Ketiga ; adalah Pembangkit kemampuan Masyarakat untuk hidup sehat.
Ketiga bagian ini diambil dari vaiabel keterlibatan suatu instansi dalam proses pembangunan yang dapat dilihat dari segi peran yang diberikan.
Disamping mewakili peran Dinas Kesehatan Kabupaten karena tugas pokoknya juga mengorganisasikan dan menggerakan provider kesehatan dalam menumbuh-kembangkan inovasi-inovasi dari masyarakat sebagai titik awal perberdayaan masyarakat dalam Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi pedesaan.
Dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan PSABS di Wilayah Puskesmas Kecamatan Onembute Kab. Konawe diawali dengan langkah – langkah sebagai berikut :
1) Data dasar keadaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi oleh Sanitarian Puskesmas
2) Mencari dukungan dari pihak donor melalui LSM lokal
3) Pendekatan dukungan politis dengan Pengambil Keputusan di Desa dan Kecamatan termasuk kesiapan petugas
4) Pendekatan Tokoh Masyarakat
5) Survai Potensi yang mendukung PSABS
6) Pembentukan Lembaga dan Penguatan Kelembagaan PSABS
7) Pelaksanaan Kegiatan PSABS
8) Pembinaan.
Dalam pelaksanaannya, program ini mempunyai gambaran (ciri) sebagai berikut :
1. Ditujukan bagi masyarakat di pedesaan yang kurang atau tidak mendapatkan akses Air Bersih dan Sanitasi yang layak
2. Kelompok Pengambil Keputusan
3. Kelompok Panitia Teknis yang dibentuk Pemerintah dan Masyarakat
4. Stimulan bahan kepada Masyarakat
5. Swadaya Masyarakat / Masyarakat berkontribusi (Tenaga dan Bahan Lokal)
Proses Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Di Kecamatan Onembute Kab. Konawe.
a. Persiapan
Pemberdayaan masyarakat dalam PSABS melalui kemitraan Puskesmas Kecamatan Onembute dengan LSM lokal di Kab. Konawe merupakan terobosan baru untuk peningkatan sarana air bersih dan sanitasi dengan mengembangkan konsep pemberdayaan.
Tahap persiapan meliputi :
1) Identifikasi masalah kesehatan lingkungan, meliputi identifikasi kejadian penyakit yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan, serta pendataan potensi sumber daya alam dan SDM yang mendukung.
2) Pertemuan secara berjenjang di Kecamatan dan Desa untuk menyamakan persepsi dan menggalang potensi sumber daya.
Pada tahap ini diperolah kesepakatan untuk melakukan pengkajian dan mengembangkan strategi pemberdayaan serta menyusun rencana kegiatan intervensi.
b. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk memperoleh gambaran masalah kesehatan dan perilaku masyarakat serta potensi yang dimiliki sebagai dasar untuk strategi pemberdayaan dan rencana intervensi. Pengkajian meliputi :
1) Pengumpulan data primer, meliputi :
- Data tentang penggunaan air bersih, jamban dan SPAL, yang dilakukan melalui survey cepat di setiap rumah penduduk.
- Data 10 besar penyakit terbanyak yang diperoleh dari Puskesmas.
- Aspek sosial budaya, sosial ekonomi diperoleh melalui diskusi kelompok terarah
2) Pengumpulan data sekunder, berupa data umum yaitu data penduduk, geografis, mata pencaharian dll.
3) data tentang penggunaan air bersih, jamban dan SPAL, yang dilakukan melalui survey cepat di setiap rumah penduduk
c. Strategi
Pemberdayaan masyarakat itu sendiri pada dasarnya adalah kegiatan menfasilitasi masyarakat yang bersifat non instruktif guna :meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada.
Strategi yang dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat untuk penyediaan sarana air bersih di wilayah kerja Puskesmas Kec.Onembute adalah:
1. Membangkitkan gotong royong.
2. Dapat bekerja sama dengan masyarakat.
3. Menumbuh-kembangkan potensi dan kontribusi masyakarat.
4. Komunikasi Edukasi dan Informasi yang berbasis masyarakat.
5. Membangun Kemitraan dengan berbagai macam pendekatan misalnya pendekatan kelompok dan yang penting juga adalah semangat desentralisasi
Dalam Penyusunan strategi Pemberdayaan PSABS ini diikuti oleh berbagai unsur, yaitu Camat Onembute, Kepala UPTD Puskesmas Onembute, Sanitarian Puskesmas, Tim LSM Yasinta, Para Kepala Desa, Para Ketua BPD dan anggotanya, Para Ketua LPM dan anggota, Para Ketua PKK Desa dan Pokja IV PKK Desa serta Tokoh – Tokoh Masyarakat dalam wilayah Kecamatan Onembute Kab. Konawe.
Hasil dari kegiatan tersebut meliputi 5 strategi :
- Peningkatan kemitraan antara Puskesmas Onembute dan LPSM Yasinta
- Komposisi pendanaan diperolah dari hibah Federal Ministry Germany sebesar 80 % yang difasilitasi oleh pihak LPSM Yasinta, dan kontribusi masyarakat 20 % yang difasilitasi oleh Panitia Pembangunan SABS.
- Penguatan Kelembagaan dengan membentuk dan pelatihan teknis Panitia Pembangunan SABS dengan komposisi dari Petugas Puskesmas, Kepala Desa sebagai penggerak dan 3 orang dari setiap desa yang dilatih sebagai tenaga teknis dan kolektor lapangan.
- Setiap desa memasukkan daftar KK sebagai calon peserta dalam penyediaan SAB dan Sanitasi dengan kontribusi sebesar Rp. 200.000, / KK / bulan yang diangsur selama 10 bulan yang diperuntukkan dalam penyediaan bahan lokal dan tenaga kerja.
- Penggerakkan Pemberdayaan dilaksanakan oleh Panitia PSABS
d. Sosialisasi dan Advokasi
Hasil pengkajian, strategi PSABS dan rancangan intervensi disosialisasikan oleh Puskesmas – LPSM – Panitia di setiap dusun / desa kepada masyarakat terutama tokoh masyarakat, tokoh wanita, tokoh pemuda sekaligus sebagai bahan advokasi pada para pengambil kebijakan di desa. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan peran aktif mereka dalam pemberdayan PSABS.
e. Intervensi
1) Waktu Pelaksanaan
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan, maka Puskesmas Onembute bersama LPSM Yasinta yang didukung oleh Pemerintah Kecamatan Onembute membuat jadwal kegiatan :
a) Sosialisasi, dilaksanakan di tiap desa dan dusun mulai bulan Januari 2009 sampai dengan Maret 2009.
b) Menyelenggarakan Musyawarah dengan pihak Pemerintah dan Tokoh Masyarakat dari 6 ( enam ) desa pada bulan April 2009.
c) Bersama Pemerintah dan Masyarakat dari 6 ( enam ) desa membentuk Panitia Pelaksana Teknis Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi pada bulan Mei 2009.
d) Pendataan ulang keadaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi oleh Panitia Teknis di tiap desa dengan bimbingan Sanitarian Puskesmas pada bulan Juni 2009.
e) Penguatan Kelembagaan Panitia ( Pelatihan teknis dan bimbingan administrasi ) pada bulan Juli 2009.
f) Pelaksanaan kegiatan pembangunan SABS selama 10 bulan, mulai bulan Juli 2009 sampai dengan April 2010.


2) Pelaksanaan Intervensi
Dengan adanya kontribusi masyarakat 20% merupakan tahap awal dimulainya pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan air bersih. Dari dana 20 % ini masyarakat telah menyediakan dana in cash ( uang tunai ) sebesar 10 % dan in kind 10 % berupa kontribusi dalam menyediakan tenaga dan bahan-bahan lokal yang apabila dinilai dengan uang sekitar 10 % dari total nilai kegiatan.
Dengan adanya kontribusi ini masyarakat dilokasi program PSABS diarahkan pada timbulnya kepedulian dan rasa memiliki PROGRAM dalam berbagai bentuk PARTISIPASI, oleh karena itu peran Puskemas dapat mengfungsikan dan memotivasi masyarakat untuk munculnya partisipasi dalam setiap tahapan pemberdayaan masyarakat adalah sangat penting.
Adapun kegiatan yang dilaksanakan dalam pemberdayaan masyarakat ini sebagai berikut :
a) Pembuatan bak penangkap air
b) Pembuatan bak penampungan
c) Pengalian dan pemasangan pipa jaringan
d) Pemasangan sambungan rumah (pakai meteran)
e) Pembuatan Jamban Keluarga
f) Pembuatan Sarana Pembuangan Air Limbah
g) Pembangunan MCK untuk Sekolah TK / SD
f. Pemantauan dan Evaluasi
Ciri pemberdayaan yang terlihat diantaranya pengambilan keputusan oleh masyarakat melalui kelompok-kelompok yang terbentuk. Setiap kelompok / Panitia mampu mempresentasekan setiap rencana kerjanya, yang pada prisipnya setiap masyarakat dapat berinovasi dan mengeluarkan ide-ide dan konsep yang akan dikembangkan. Disamping itu juga masyarakat mampu berkontribusi baik secara in cash maupun inkind dan yang terakhir adalah masyarakat mau mengunakan sarana yang dibangun.
Perkembangan Pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan air bersih dan Sanitasi pada Program PSABS sejak tahun 2009 sampai dengan 2010, Pada awal program ada 4 (empat) desa di Kecamatan Onembute yang menjadi lokasi pemberdayaan PSABS, namun dalam pelaksanaannya berhasil dilaksanakan pada 6 (enam) desa sesuai dengan rencana kerja masyarakat terhadap 4 komponen kegiatan ; Pembangunan Sarana Air Bersih, Jamban Keluarga, Sarana Pembuangan Air Limbah ( SPAL ), MCK Sekolah TK dan SD..
1) Pembuatan bak penangkap air 1 buah ( jarak dari pemukiman 6 km )
2) Pembuatan bak penampungan ukuran 10 m x 10 m x 2,5 m
3) Pengalian dan pemasangan pipa jaringan sepanjang 27 km dengan Sasaran 1.678 Kepala Keluarga
4) Pemasangan sambungan rumah & water meter 600 buah dengan sasaran 3.426 jiwa
5) Pembuatan Jamban Keluarga 700 buah dengan sasaran 4.018 jiwa
6) Pembuatan Sarana Pembuangan Air Limbah 700 buah dengan sasaran 700 Rumah.
7) Pembangunan MCK untuk Sekolah TK / SD sebanyak 8 lokal/unit dengan sasaran 840 murid.
Sungguh proses pemberdayaan masyarakat yang tidaklah mudah membalikan tangan, masyarakat benar-benar harus difungsikan dan dimotivasi terus-menerus untuk mendapat kemandirian dalam menyediakan sarana air bersih.


Penyediaan Air Bersih (Lihat Gambar )

Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan air bersih
Hasil yang didapatkan adalah air bersih di Kecamatan Onembute dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 terus mengalami peningkatan, yang dulu air adalah masih merupakan masalah terutama di dusun-dusun yang sumber air jauh atau sungai yang selalu kotor, sekarang semuanya sudah terpenuhi, terutama di 6 desa yang telah melaksanaan kegiatan tersebut.
Keberhasilan pemberdayaan dalam penyediaan air bersih ini dapat dilihat dari peningkatan produktifitas kerja, karena masyarakat difungsikan dan masyarakat dimotivasi termasuk didalamnya karena difungsikannya lintas sektoral.
Keberhasilan yang dilihat dari peningkaan produktifitas dapat dilihat dari waktu yang dulunya tersita untuk digunakan mengambil air (pagi 2 jam + Sore 2 jam = 4 jam tersita). Setelah adanya sarana air bersih waktu tersebut dapat digunakan untuk kegiatan yang lain untuk meningkatkan income perkapita, rata-rata mereka ada tambahan penghasilan Rp. 20.000.- per harinya.
Dampak lain juga diperoleh melalui kunjungan masyarakat ke Posyandu, setelah tersedia Sarana Air kunjungan D/S juga meningkat diatas 50%, padahal sebelumnya cakupan program di Posyandu tidak pernah mencapai 50 %. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat harus menempuh jarak yang jauh untuk memenuhi kebutuhan Air Bersihnya sehingga masyarakat tidak dapat menyempatkan diri lagi mendapatkan pelayanan ke Posyandu.
Sementara itu keberhasilan karena masyarakat di fungsikan adalah Masyarakat berperan serta dalam menikmati hasil Pengadaan air bersih, Ikut Serta melaksanakan program pengadaan air bersih misalnya mampu membangun Sarana Air Bersih (SAB), Memelihara hasil program (sarana dan prasarana air bersih) dan Merencanakan program secara partisipatif .
Keberhasilan karena masyarakat termotivasi diantaranya masyarakat mau bekerja, kemauan untuk berperan serta, berpartisipasi dalam menyumbang gagasan-gagasan dan kritik membangun, dan pengembangan daya cipta lainnya
Keberhasilan karena dimulainya dengan rencana Tim UPTD Kesehatan (Puskesmas) dan LSM Yasinta menyampaikan masalah Sarana Air Bersih dan Sanitasi, yang kemudian bersama masyarakat merencanakan dan melaksanakan pemecahan masalahnya.
Tim Puskesmas bersama LSM dan Masyarakat yang didukung oleh Pemerintah Desa dan Kecamatan selanjutnya membentuk Panitia Pembangunan SABS yang yang komposisinya terdiri dari Sanitarian Puskesmas dan Tenaga Teknis di tiap desa. Panitia yang dimaksud kemudian menawarkan solusi pendanaan dan partisipasi masyarakat. Dan diakhiri dengan penggerakan Tim Teknis di setiap desa untuk lebih partisipasi dalam bentuk in kind (bahan dan tenaga).
Tantangan Keberhasilan
Sebelum program PSABS di laksanakan banyak desa-desa diwilayah Kecamatan Onembute hampir tidak ditemukan jamban keluarga, atau kalaupun ada jamban / closet terpaksa disimpan dibawah kolong rumah atau di bawah ranjang penduduk atau ditempat-tempat yang sudah terbangun tapi tidak difungsikan, masyarakat pengguna mengatakan bahwa ketidak tersediannya air bersihlah penyebab dari tidak difungsikannya jamban keluarga yang pernah ada.. Keadaan sekarang (tahun 2010) di lokasi PSABS air telah tercukupi, peningkatan cakupan air bersih ini juga dibarengi dengan peningkatan cakupan penggunaan jamban keluarga dan pemanfaatan SPAL. Masyarakat tidak lagi buang hajat (Buang Air Besar) disembarang tempat, sehingga ditahun 2010 ini dilokasi PSABS ini angka kesakitan diare sangat menurun.



Kesimpulan

Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam menyediakan sarana air bersih perlu dibarengi dengan meningkatkan cakupan penggunaan jamban keluarga dan SPAL, yang lebih penting juga adalah karena program yang akan diluncurkan pemerintah yaitu Sanitasi Total Berbasis Masyarakat sebagai model pemberdayaan masyarakat yang tepat sebagai tindak lanjut dari pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan air bersih yang lebih menekankan pada perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.
Sarana Air bersih terbangun di Wilayah kerja Puskesmas Onembute Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ini karena masyarakat difungsikan dan dimotivasi. Dan ketika peran Puskesmas melalui program berakhir masyarakat telah terbiasa mengfungsikan dan memotivasi diri untuk selalu berbuat, sehingga program baru yang akan diluncurkan akan lebih mudah dilaksanakan oleh masyarakat.